Kamis, 02 Juni 2016

KONSEP DASAR ANTROPOLOGI



A.           Pengertian Antropologi
Antropologi berasal dari kata Yunani antropos, yang berarti “manusia” atau “orang”, dan logos, yang berarti studi (ilmu). Jadi,antropologi merupakan disiplin yang mempelajari manusia berdasarkan rasa ingin tahu yang tiada henti-hentinya.Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari budaya masyarakat. Ilmu ini lahir atau muncul dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat cirri-ciri fisik, adat istiadat, dan budaya yang berbeda di Eropa.
 Ada dua sisi holistic dalam antropologi yang meneliti manusia pada setiap waktu dan setiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya, yang menekankan pada perbandingan budaya antarmanusia. Antropologi memberi lebih banyak kejelasan tentang sifat manusia daripada ilmu-ilmu budaya yang lainnya. Sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontrovesi sehingga metode antropologi sering dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.
Disiplin antropologi merupakan produk pemikiran Barat yang relatif baru. Akan tetapi, perkembangan ilmu ini relative lamban akibat keterbatasan teknologi yang dimiliki oleh manusia. Hal lain yang menyebabkan kelambanan perkembangan antropologi adalah kegagalan bangsa eropa dalam memandang bahwa mereka dan bangsa-bangsa lain memiliki sifat kemanusiaan yang sama. Mereka masih menganggap penduduk diluar bangsanya sebagai “biadab” atau “barbar”. Baru pada akhir abad 18, mereka menyadari keanekaragaman manusia atau perilaku manusia yang dianggap biadab itu justru membantu mereka memahami dirinya sendiri.[1]

B.            Tahapan Antropologi
Koentjaraningrat memetakan perkembangan ilmu antroplogi menjadi empat tahap berikut.
1.    Tahap Pertama(sebelum tahun 1800-an)
Tahap pertama ditandai dengan tulisan tangan bangsa Eropa pada akhir abad ke-15. Tulisan itu merupakan deskripsi keadaan bangsa-bangsa yang mereka singgahi, yang mencakup adat istiadat, suku, susunan masyarakat, bahasa dan cirri-ciri fisik. Bahan deskripsi itu disebut juga Etnografi (Etnos berarti bangsa).
2.    Tahap kedua (tahun 1800-an)
Pada tahap ini, bahan-bahan etnografi telah disusun menjadi karangan- karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. Dan pada tahap kedua mereka ingin menyatukan tulisan atau deskripsi yang telah tersebar luas itu dan menerbitkannya. Isinya disusun berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat, yaitu masyarakat dan kebudayaan manusia berevolusi dengan sangat lambat. Dari sinilah, bangsa-bangsa dunia digolongkan menurut tingkat evolusinya. Sekitar tahun 1860, terbit karangan yang mengklasifikasikan berbagai kebudayaan dunia berdasarkan tingkat evolusinya. Saat itu lahirlah antropologi.
3.    Tahap Ketiga (awal abad ke-20)
Pada tahap ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun colonial dibenua lain, seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, berbagai pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa. Dengan antropologi, bangsa Eropa mengetahui cara menghadapi masyarakat daerah jajahannya. Mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa diluar eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah colonial.


4.    Tahap Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada tahap ini, antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang dijajah bangsa Eropa mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa. Pada masa ini pula, terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara didunia kepada kehancuran total. Akan tetapi, pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa- bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari penjajahannya dan sebagian dari bangsa tersebut berhasil. Sasaran penelitian antroplogi pada masa ini bukan lagi suku bangsa Eropa Barat, melainkan beralih pada penduduk pedesaan. Peralihan sasaran penelitian itu terutama disebabkan oleh munculnya kebencian terhadap penjajahan dan semakin berkurangnya masyarakat yang dianggap primitif. [2]              

C.           Manusia  dan Kebudayaan
Manusia adalah makhluk sosial yang berkelompok dan bermasyarakat serta saling bergantung satu sama lainnya, untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal yang membedakan manusia dari makhluk lainnya adalah manusia merupakan makhluk budaya. Manusia menciptakan dan memindahkan pengetahuan, serta bersama- sama mempertahankan tradisi dan kebudayaan.
Secara umum, masyarakat didefinisikan sebagai hubungan-hubungan yang terorganisasi dalam berbagai kelompok untuk hidup bersama dan mencapai tujuan. Adapun kebudayaan adalah semua hasil karya,rasa dan cipta  masyarakat. Ada tiga wujud kebudayaan yang dilakukan oleh Koentjaraningrat(1990:186-187),yaitu sebagai berikut.
1.    Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,norma-norma dan peraturan. Kalau warga negara masyarakat menyatakan gagasan mereka itu dalam tulisan maka lokasi dari kebudayaan sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya penulis warga masyarakat yang bersangkutan.
2.    Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan dari kelompok manusia. Kebudayaan ini terjadi disekeliling kita sehari-hari dan bisa difoto dan didokumentasikan.
3.    Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.Wujud kebudayaan ini sering disebut dengan kebudayaan fisik. Oleh karena merupakan seluruh dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan, karya semua manusia dalam masyarakat dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.
Menurut Kluckhon yang dikutip Koentjaraningrat( 1990:2003-204), terdapat tujuh unsur dari kebudayaan didunia, antara lain berikut ini.[3]
1.    Bahasa
2.    Sistem pengetahuan
3.    Organisasi sosial
4.    Sistem peralatan hidup dan teknologi
5.    Sistem mata pencaharian hidup
6.    Sistem religi
7.    Kesenian

D.           Perkembangan Kebudayaan
Kebudayaan dapat hilang apabila kurang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan diganti oleh kebudayaan lain yang lebih berguna. Atau kebudayaan lain bisa bertambah sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia. Perubahan kebudayaan ini dapat disebabkan oleh faktor dari dalam masyarakat itu sendiri dan dapat pula oleh faktor yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri.
Faktor yang berasal dari dalam, yaitu sebagai berikut.
1.    Adanya kejenuhan atau ketidakpuasan individu terhadap sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat.
2.    Adanya individu yang menyimpang dari sistem yang berlaku, apabila penyimpangan ini dibiarkan maka akan diikuti oleh individu-individu lainnya sehingga terjadi perubahan.
3.    Adaya penemuan-penemuan baru yang diterima oleh anggota masyarakat dan membawa perubahan kebudayaan.
4.    Adanya perubahan dalam jumlah dan komposisi penduduk
Faktor yang berasal dari luar masyarakat misalnya:
1.    Bencana alam: Gunung meletus, banjir, gempa dan sebagainya,
2.    Peperangan
3.    Kontak dengan masyarakat lain yang berbeda budayanya.
Penyebaran unsure-unsur budaya dari satu kelompok ke kelompok lain, atau dari satu tempat ketempat lain disebut difusi. Difusi dapat terjadi kalau:
1.    Adanya kontak atau hubungan antara dua kelompok yang berbeda kebudayaannya.
2.    Tersedianya sarana komunikasi
3.    Adanya rangsangan kedua belah pihak akan kebutuhan unsure baru
4.    Adanya kesediaan mental kedua belah pihak untuk menerima unsure baru
5.    Adanya kesiapan keterampilan untuk menerima unsure baru.
Apabila hubungan antara dua kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaannya terus-menerus, terjadi saling menghargai dan bersifat terbuka antara kedua belah pihak maka lambat atau cepat kebudayaan itu berbaur, saling menerima, dan mengolah kebudayaan asing itu menjadi kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri maka disebut akulturasi. Syarat utama untuk terjadinya akulturasi adalah adanya kontak sosial dan komunikasi antara dua kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaannya. Kebudayaan asing akan relative mudah diterima apabila:
1.    Tidak adanya hambatan: seperti daerah yang bergunung akan sukar dijangkau sehingga kontak dengan masyarakat luar menjadi sukar.
2.    Kebudayaan yang datang memberikan manfaat lebih besar apabila dibandingkan dengan unsure kebudayaan yang baru.
3.    Adanya persamaan dengan unsure kebudayaan lama.
4.    Adanya kesiapan pengetahuan dan keterampilan.
Sedangkan Asimilasi timbul jika ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk jangka waktu yang lama sehingga kebudayaan tadi masing-masing berubah sifat khasnya dan juga unsur-unsurnya berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.[4]












[1] Mahmud dan Ija Suntana, Antropologi Pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 14.
[2] Ibid., hlm. 17.
[3] Abdul Aziz Wahab, Konsep Dasar IPS (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm. 8.6.
[4] Ibid., hlm. 8.21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar