A.
Pengertian
Antropologi
Antropologi
berasal dari kata Yunani antropos, yang berarti “manusia” atau “orang”, dan
logos, yang berarti studi (ilmu). Jadi,antropologi merupakan disiplin yang
mempelajari manusia berdasarkan rasa ingin tahu yang tiada
henti-hentinya.Antropologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang
mempelajari budaya masyarakat. Ilmu ini lahir atau muncul dari ketertarikan
orang-orang Eropa yang melihat cirri-ciri fisik, adat istiadat, dan budaya yang
berbeda di Eropa.
Ada dua sisi holistic dalam antropologi yang
meneliti manusia pada setiap waktu dan setiap dimensi kemanusiaannya. Arus
utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu
kemanusiaan lainnya, yang menekankan pada perbandingan budaya antarmanusia.
Antropologi memberi lebih banyak kejelasan tentang sifat manusia daripada
ilmu-ilmu budaya yang lainnya. Sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi
kontrovesi sehingga metode antropologi sering dilakukan pada pemusatan
penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.
Disiplin
antropologi merupakan produk pemikiran Barat yang relatif baru. Akan tetapi,
perkembangan ilmu ini relative lamban akibat keterbatasan teknologi yang
dimiliki oleh manusia. Hal lain yang menyebabkan kelambanan perkembangan
antropologi adalah kegagalan bangsa eropa dalam memandang bahwa mereka dan
bangsa-bangsa lain memiliki sifat kemanusiaan yang sama. Mereka masih
menganggap penduduk diluar bangsanya sebagai “biadab” atau “barbar”. Baru pada
akhir abad 18, mereka menyadari keanekaragaman manusia atau perilaku manusia
yang dianggap biadab itu justru membantu mereka memahami dirinya sendiri.[1]
B.
Tahapan
Antropologi
Koentjaraningrat
memetakan perkembangan ilmu antroplogi menjadi empat tahap berikut.
1. Tahap
Pertama(sebelum tahun 1800-an)
Tahap pertama ditandai
dengan tulisan tangan bangsa Eropa pada akhir abad ke-15. Tulisan itu merupakan
deskripsi keadaan bangsa-bangsa yang mereka singgahi, yang mencakup adat
istiadat, suku, susunan masyarakat, bahasa dan cirri-ciri fisik. Bahan
deskripsi itu disebut juga Etnografi (Etnos berarti bangsa).
2. Tahap
kedua (tahun 1800-an)
Pada tahap ini,
bahan-bahan etnografi telah disusun menjadi karangan- karangan berdasarkan cara
berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. Dan pada tahap kedua mereka ingin
menyatukan tulisan atau deskripsi yang telah tersebar luas itu dan
menerbitkannya. Isinya disusun berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat,
yaitu masyarakat dan kebudayaan manusia berevolusi dengan sangat lambat. Dari
sinilah, bangsa-bangsa dunia digolongkan menurut tingkat evolusinya. Sekitar
tahun 1860, terbit karangan yang mengklasifikasikan berbagai kebudayaan dunia
berdasarkan tingkat evolusinya. Saat itu lahirlah antropologi.
3. Tahap
Ketiga (awal abad ke-20)
Pada tahap ini,
negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun colonial dibenua lain, seperti
Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni
tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, berbagai
pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa. Dengan antropologi,
bangsa Eropa mengetahui cara menghadapi masyarakat daerah jajahannya. Mereka
mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa diluar eropa,
mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah colonial.
4. Tahap
Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada tahap ini,
antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli
yang dijajah bangsa Eropa mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa
Eropa. Pada masa ini pula, terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia
II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa
sebagian besar negara didunia kepada kehancuran total. Akan tetapi, pada saat
itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa- bangsa yang dijajah Eropa untuk
keluar dari penjajahannya dan sebagian dari bangsa tersebut berhasil. Sasaran
penelitian antroplogi pada masa ini bukan lagi suku bangsa Eropa Barat,
melainkan beralih pada penduduk pedesaan. Peralihan sasaran penelitian itu
terutama disebabkan oleh munculnya kebencian terhadap penjajahan dan semakin
berkurangnya masyarakat yang dianggap primitif. [2]
C.
Manusia dan Kebudayaan
Manusia
adalah makhluk sosial yang berkelompok dan bermasyarakat serta saling
bergantung satu sama lainnya, untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan
hidupnya. Hal yang membedakan manusia dari makhluk lainnya adalah manusia
merupakan makhluk budaya. Manusia menciptakan dan memindahkan pengetahuan,
serta bersama- sama mempertahankan tradisi dan kebudayaan.
Secara
umum, masyarakat didefinisikan sebagai hubungan-hubungan yang terorganisasi
dalam berbagai kelompok untuk hidup bersama dan mencapai tujuan. Adapun
kebudayaan adalah semua hasil karya,rasa dan cipta masyarakat. Ada tiga wujud kebudayaan yang
dilakukan oleh Koentjaraningrat(1990:186-187),yaitu sebagai berikut.
1. Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai,norma-norma dan peraturan. Kalau warga negara masyarakat menyatakan
gagasan mereka itu dalam tulisan maka lokasi dari kebudayaan sering berada
dalam karangan dan buku-buku hasil karya penulis warga masyarakat yang
bersangkutan.
2. Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan dari kelompok
manusia. Kebudayaan ini terjadi disekeliling kita sehari-hari dan bisa difoto
dan didokumentasikan.
3. Wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.Wujud kebudayaan ini sering
disebut dengan kebudayaan fisik. Oleh karena merupakan seluruh dari hasil fisik
dari aktivitas, perbuatan, karya semua manusia dalam masyarakat dan berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.
Menurut
Kluckhon yang dikutip Koentjaraningrat( 1990:2003-204), terdapat tujuh unsur
dari kebudayaan didunia, antara lain berikut ini.[3]
1. Bahasa
2. Sistem
pengetahuan
3. Organisasi
sosial
4. Sistem
peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem
mata pencaharian hidup
6. Sistem
religi
7. Kesenian
D.
Perkembangan
Kebudayaan
Kebudayaan
dapat hilang apabila kurang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia dan
diganti oleh kebudayaan lain yang lebih berguna. Atau kebudayaan lain bisa bertambah
sesuai dengan perkembangan kebutuhan manusia. Perubahan kebudayaan ini dapat
disebabkan oleh faktor dari dalam masyarakat itu sendiri dan dapat pula oleh
faktor yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri.
Faktor
yang berasal dari dalam, yaitu sebagai berikut.
1. Adanya
kejenuhan atau ketidakpuasan individu terhadap sistem nilai yang berlaku dalam
masyarakat.
2. Adanya
individu yang menyimpang dari sistem yang berlaku, apabila penyimpangan ini
dibiarkan maka akan diikuti oleh individu-individu lainnya sehingga terjadi
perubahan.
3. Adaya
penemuan-penemuan baru yang diterima oleh anggota masyarakat dan membawa
perubahan kebudayaan.
4. Adanya
perubahan dalam jumlah dan komposisi penduduk
Faktor yang berasal
dari luar masyarakat misalnya:
1. Bencana
alam: Gunung meletus, banjir, gempa dan sebagainya,
2. Peperangan
3. Kontak
dengan masyarakat lain yang berbeda budayanya.
Penyebaran unsure-unsur budaya dari satu
kelompok ke kelompok lain, atau dari satu tempat ketempat lain disebut difusi.
Difusi dapat terjadi kalau:
1. Adanya
kontak atau hubungan antara dua kelompok yang berbeda kebudayaannya.
2. Tersedianya
sarana komunikasi
3. Adanya
rangsangan kedua belah pihak akan kebutuhan unsure baru
4. Adanya
kesediaan mental kedua belah pihak untuk menerima unsure baru
5. Adanya
kesiapan keterampilan untuk menerima unsure baru.
Apabila
hubungan antara dua kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaannya
terus-menerus, terjadi saling menghargai dan bersifat terbuka antara kedua
belah pihak maka lambat atau cepat kebudayaan itu berbaur, saling menerima, dan
mengolah kebudayaan asing itu menjadi kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan
hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri maka disebut akulturasi. Syarat utama
untuk terjadinya akulturasi adalah adanya kontak sosial dan komunikasi antara
dua kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaannya. Kebudayaan asing akan
relative mudah diterima apabila:
1. Tidak
adanya hambatan: seperti daerah yang bergunung akan sukar dijangkau sehingga
kontak dengan masyarakat luar menjadi sukar.
2. Kebudayaan
yang datang memberikan manfaat lebih besar apabila dibandingkan dengan unsure
kebudayaan yang baru.
3. Adanya
persamaan dengan unsure kebudayaan lama.
4. Adanya
kesiapan pengetahuan dan keterampilan.
Sedangkan
Asimilasi timbul jika ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan
yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk jangka waktu
yang lama sehingga kebudayaan tadi masing-masing berubah sifat khasnya dan juga
unsur-unsurnya berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar