A.
Hakikat
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting
dalam sistem pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang
tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi
juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap
siswa. Oleh karena begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap
pengembangan kurikulum pada jenjang mana pun harus didasarkan pada asas-asas tertentu.
Fungsi
asas atau landasan pengembangkan kurikulum adalah seperti fondasi sebuah
bangunan. Apa yang akan terjadi seandainya sebuah gedung yang menjulang tinggi
berdiri diatas fondasi yang rapuh? Ya, tentu saja bangunan itu tidak akan tahan
lama. Oleh sebab itu, sebelum sebuah gedung dibangun, terlebih dahulu disusun
fondasi yang kukuh. Semakin kukuh fondasi sebuah gedung, maka akan semakin
kukuh pula gedung tersebut.
Layaknya
membangun sebuah gedung, maka menyusun sebuah kurikulum juga harus didasarkan
pada fondasi yang kuat. Kesalahan menentukan dan menyusun fondasi kurikulum
berarti kesalahan dalam menentukan kebijakan dan implementasi pendidikan. Apa
yang akan terjadi seandainya terdapat kekeliruan dalam menentukan kebijakan dan
mengimplementasikan sistem pendidikan?
Pengembangan
kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan tentag isi dan bahan
pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. Namun
demikian, persoalan mengembangkan isi dan bahan pelajaran serta bagaimana cara
belajar siswa bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab menentukan isi atau
muatan kurikulum harus berangkat dari visi, misi, serta tujuan yang ingin
dicapai ; sedangakan menentukan tujuan erat kaitannya dengan persoalan sistem nilai dan kebutuhan masyarakat. Persoalan ini
lah yang kemudian membawa kita pada persoalan menentukan hal-hal yang mendasar
dalam proses pengembangan kurikulum yang kemudian kita namakan asas-asas atau
landasan pengembangan kurikulum.
Sebelum
kita membahas tentang asas-asas pengembangan kurikulum yang akan kita kupas
pada bahasan selanjutnya, pada bagian ini kita akan mempelajari hakikat
pengembangan kurikulum itu sendiri. Hal ini sangat penting, sebab pemahaman
akan hakikat pengembangan akan membawa pada pemahaman bagaimana seharusnya
proses pengembangan dilakukan.
Seller
dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus. Rangkaian kegiatan itu
digambarkan seller seperti pada gambar 2.1.
orientasi
Evaluasi Pengembangan
Implementasi
Gambar
2.1 Siklus Pengembangan kurikulum
Seller memandang bahwa pengembangan
kurikulum harus dimulai dari menetukan orientasi kurikulum, yakni
kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan
tentang hakikat belajar dan hakikat anak didik, pandangan tentang keberhasilan
inplementasi kurikulum, dan lain sebagainya. Berdasarkan orientasi itu
selanjutnya dikembangkan kurikulum menjadi pedoman pembelajaran, diimplementasikan
dalam proses pembelajaran dan dievaluasi. Hasil evaluasi itulah kemudian
dijadikan bahan dalam menentukan orientasi, begitu seterusnya, sehingga
membentuk siklus.
Orientasi
pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut enam aspek, yaitu :
1.
Tujuan pendidikan
menyangkut arah kegiatan pendidikan. Artinya, hendak dibawa kemana siswa yang
kita didik itu.
2.
Pandangan tentang anak:
apakah anak dianggap sebagai organisme yang aktif atau pasif.
3.
Pandangan tentang
proses pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses
transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah prilaku anak.
4.
Pandangan tentang
lingkungan: apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal, atau secara
bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
5.
Konsepsi tentang
peranan guru: apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat
otoriter, atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan
dan bantuan pada anak untuk belajar.
6.
Evaluasi belajar:
apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau nontes.
Pengembangan
kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi kurikulum sebagai
pedoman yang kemudian membentuk kurikulum tertulis (writen curriculum atau ducument curriculum) dan sisi kurikulum
sebagai implementasi (curriculum implementation) yang tidak lain adalah sistem
pembelajaran.
Selanjutnya,
apa saja yang harus diperhatikan dalam proses pengembangan kurikulum? Yang
sangat penting untuk dipertimbangkan
dalam pengembangan kurikulum adalah isi atau muatan kurikulum itu
sendiri. Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan isi
pengembangan kurikulum, yaitu rentangan kegiatan, tujuan kelembagaan yang
berhubungan dengan misi dan visi sekolah.
1.
Rentangan
kegiatan (Range of Activity)
Pengembangan
isi kurikulum biasanya diawali dengan rancangan kebijakan kurikulum, rancangan
bidang studi, program pangajaran,unit pengajaran, dan rencana pembelajaran.
Kebijakan kurikulum merupakan otoritas pemegang kebijakan pendidikan. Kebijakan
kurikulum memuat tentang apa yang harus diajarkan dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para pengembang kurikulum lebih lanjut. Kebijakan kurikulumpada dasarnya
merupakan keputusan yang ditentukan dari hasil pemikiran dan penelitian yang
mendalam. Menentukan kebijakan kurikulum
harus dilaksanakan secara hati-hati, sebab akan memengaruhi berbagai kebijakan
pendidikan lainnya. Misalnya, mengenai isi dari setiap disiplin ilmu yang perlu
dikuasai oleh anak didik dalam jenjang tertentu, kebutuhan sosial macam apa
yang harus dikuasai anak didik serta pengalaman belajar yang bagaimana yang
harus dimiliki anak didik. Hal ini tentu saja didasarkan pada pengkajian yang
komprehensif.
Rancangan
program studi meliputi kegiatan-kegiatan menentukan tujuan, urutan serta
kedalaman materi dalam setiap bidang studi, misalnya rancangan bidang studi
matematika, bahasa, ipa, dan lain sebagainya.
Rancangan
program pengajaran adalah kegiatan merancang aktivitas belajar dalam setiap
bidang studi untuk satu tahun, satu semester atau satu caturwulan. Program pengajaran tersebut
selanjutnya dijabarkan pada rencana pembelajaran, yang dirancang lebih khusus
untuk jangka waktu tertentu. Bisa jadi program yang lebih khusus itu adalah
program pembelajaran untuk satu kali pertemuan dalam proses pembelajaran.
Seperti
McNeil, Nasution (1989), juga mengemukakan bahwa kegiataan pengembangan
kurikulum meliputi dua proses utama, yakni pengembangan pedoman kurikulumdan pengembangan pedoman instruksional. Pedoman kurikulum berisi tentang
rumusan-rumusan normatif tentang isi kurikulum. Misaknya, tentang latar
belakang yang berisi tentang tujuan dan landasan filosofis, sasaran peserta
didik, bidang studi, struktur bahan pelajaran beserta silabusnyya; sedangkan
pedoman instruksional berisi tentang penjabaran lebih rinci dari pedoman
kurikulum untuk pengelolaan pembelajaran. Dengan demikian, pedoman
instruksional disusun oleh guru sebagai pedoman dalam penyelenggaraan
pembelajaran, atau sebagai pedoman implementasi kurikulum.
2.
Tujuan
kelembagaan (Institusional Purpose)
Tujuan
kelembagaan sama artinya dengan visi misi sekolah. Pengembangan kurikulum
selamanya harus sejalan dengan visi dan misi sekolah yang bersangkutan, karena
kurikulum pada hakikatnya disusun untuk mencapai tujuan sekolah.
Setiap
jenis sekolah akan memiliki visi dan misi yang berbeda. Jenis sekolah kejuruan,
misalnya akan berbeda dengan seolah umum. Sekolah kejuruan yang memiliki visi
dan misi untuk mempersiapkan anak didik memiliki keterampilan sesuai dengan
lapangan pekerjaan tertentu, maka mengembangkan isi kurikulum akan lebih tepat
dilakukan melalui analisis pekerjaaan (job analysis), bukan melalui analisis
disiplin ilmu. Sebalinya sekolah yang memiliki visi dan misi untuk
mempersiapkan anak didik dapat mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi, maka analisis disiplin ilmu, seperti pemahaman fakta, konsep, teori dan
sebagainya akan lebih cocok dibandingkan dengan penentuan isi kurikulum melalui
analisis tugas atau analisis pekerjaan. Dengan demikian, visi dan misi sekolah
harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan isi kurikulum. Sehingga,
pengalaman belajar yang dilakukan siswa disekolah, akan menjamin pencapaian
tujuan sekolah yang bersangkutan.
Pengembangan
landasan kurikulum terdiri atas tiga sumber yakni :
1.
Studi tentang hakikat
dan nilai ilmu pengetahuan ( studies of
the nature and value of knowledge ) sebagai aspek filosofis.
2.
Studi tengtang
kehidupan ( studies of life ) sebagai
aspek sosial-budaya.
3.
Studi tentang siswa dan
teori-teori belajar ( studies of learners
and learning theory ) sebagai aspek psikologis.
Conceptions
of curriculum
|
Gambar
2.2 peran Landasan Kurikulum menurut Lawton
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa
peran landasan dalam pengembangan adalah sebagai berikut ;
1.
Pengembang kurikulum
pertama kali harus memiliki pandanganyang jelas tentang hakikat ilmu
pengetahuan dan hakikat nilai ( sebagai landasan filosofis ).
2.
Pandangan filosofis
tersebut kemudian disusun dalam konteks pemahaman pengembang kurikulum tentang
masyarakat dan kebudayaannya serta kebutuhan masyarakat pada masa yang akan
datang ( landasan sosiologis dan budaya )
3.
Aspek psikologis yakni
hakikat siswa dan bagaimana mereka belajar akan berkontribusi dalam membangun
suatu kurikulum ( landasan psikologi )
4.
Secara keseluruhan
ketiga landasan tersebut akan menjadi sumber bagi pengembang dalam menentukan
keputusan tentang kurikulum yang akan disusun.
5.
Berdasarkan keputusan,
selanjutnya para pengembang dapat menentukan keputusan tentang tugas-tugas
kurikulum.
6.
Ketika sumber-sumber
yang menjadi landasan kurikulum dan konsep kurikulum telah menghasilkan isi
kurikulum itu sendiri, maka selanjutnya kita dapat menentukan bagaimana hasil
akhir kurikulum yang dibutuhkan.
B.
Landasan
Pengembangan Kurikulum
Ada
2 landasan pengembangan kurikulum yakni landasan filosofis dan landasan
psikologis. Kedua landasan tersebut diuraikan di bawah ini.
1.
Landasan
filosofis dalam pengembangan kurikulum
Filsafat
berasal dari bahasa yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan “sophia” .
Philos artinya cinta yang mendalam, dan sophia adalah kearifan atau
kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat secara harfiah dapat diartikan sebagai
cinta yang mendalam akan kearifan. Secra populer filsafat sering diartikan
sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi individu.
Sebagai landasan fundamental, filsafat memegang peranan penting dalam proses
pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan
kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan.
Dengan filsafat sebagai pandangan hidup atau value system, maka dapat
ditentukan mau dibawa kemana siswa yang kita didik itu. Kedua, filsafat dapat
menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara
pencapaian tujuan. Filsafat sebagai sistem nilai dapat dijadikan pedoman dalam
merancang kegiatan pembelajaran. Keempat, melalui filsafat dapat ditentukan
bagaimana menentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
a.
Filsafat
dan Tujuan Pendidikan
Dalam
arti luas, pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengembangan semua aspek
kepribadian manusia, baik aspek pengetahuan, nilai dan sikap, maupun
keterampilan. Hummel (1977), mengemukakan ada 3 hal yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan tujuan pendidikan :
1.
Autonomy artinya
memberi kesadaran, pengetahuan dan kemampuan yang prima kepada setiap individu
dan kelompok untuk dapat mandiri dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih
baik.
2.
Equity artinya
pendidikan harus dapat memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk
dapat berpartisipasi dalam kebudayaan dan ekonomi.
3.
Survival artinya
pendidikan bukan saja harus dapat menjamin terjadinya pewarisan dan memperkaya
kebudayaan dari generasi ke generasi akan tetapi harus juga memberikan
pemahaman akan saling ketergantungan antara manusia.
Pengembangan
ketiga aspek itu diarahkan agar kehidupan manusia lebih baik, lebih bermakna,
bertanggung jawab, lebih bermartabat dan lebih beradap, sehingga pada
gilirannya setiap manusia terdidik dapat mempertahankan, mengembangkan, bahkan
kalau perlu dapat mengubah kebudayaan yang dianggapnya tidak relevan dengan
pandang hidup atau nilai-nilai yang dimilikinya.
Kurikulum
pada hakikatnya berfungsi untuk mempersiapkan anggota masyarakat yang dapat
mempertahankan, mengembangkan dan dapat hidup dalam sistem nilai masyarakatnya
sendiri, oleh sebab itu dalam proses pengembangan kurikulum harus mencerminkan
sistem nilai masyarakat.
Sistem
nilai bangsa amerika, misalnya adalah leberalis-demokratis, maka dengan
demikian tujuan pendidikan di Amerika adalah membentuk manusia yang
liberalis-demokratis. Kemudian, bagaimana dengan sistem nilai dicina atau
negara-negara timur tengah, seperti arab saudi, irak, atau Iran? Ya setiap
bangsa memiliki sistem nilai masing-masing dan sistem nilai itu yang biasanya
mencerminkan tujuan pendidikan.
Nilai
– nilai atau norma yang diakui sebagai pandangan hidup suatu bangsa, seperti
pancasila bagi bangsa indonesia, bukan hanya harus menjiwai isi kurikulum yang
berlaku, akan tetapi harus mewarnai filsafat dan tujuan lembaga sekolah serta
merembes kedalam praktik pendidikan oleh guru didalam kelas. Dalam melaksanakan
kegiatan serta pengambilan berbagai keputusan guru haruslah mencerminkan
nilai-nilai itu. Itulah sebabnya, walaupun setiap guru dapat saja memilki norma
atau sistem nilai yang dianggap baik, akan tetapi nilai-nilai itu jangan sampai
bertentangan dengan norma-norma masyarakat, yaitu pancasila.
b.
Filsafat
sebagai proses berfikir
Filsafat
sering diartikan sebagai cara berpikir, namun, apakah setiap berpikir dapat
dikatakan filsafat? Tentu tidak. Berpikir filosofis adalah berpikir yang
memiliki ciri-ciri tertentu. Sidi Gazalba, seperti dikutip Uyoh Sadulloh (2004)
mengemukakan ciri-ciri berpikir filosofis sebagai berpikir yang radikal,
sistematis, dan universal. Berpikir yang radikal ( Radical thinking ), yaitu berpiir sampai ke akar-akarnya, tidak
tanggung jawab, sampai pada konsekuensi yang terakhir. Berpikir itu tidak
separuh-paruh, tidak berhenti dijalan tetapi terus sampai ke ujungnya. Berpikir
sistematis adalah berpikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan
penuh kesadaran dengan urutan yang bertanggung jawab dan saling berhubungan yang
teratur. Berpikir universal, artinya tidak berpikir secara khusus, yang hanya
terbatas kepada bagian-bagian tertentu, melainkan mencangkup keseluruhan secara
sistematis dan logis sampai keakar-akarnya. Orang yang filsafat adalah orang
yang berpikir secara mendalam tentang masalah secara menyeluruh sebagai upaya
mencari dan menemukan kebenaran.
Pandangan
tentang hakikat kebenaran tenyata berbeda-beda. Menurut Nasution (1989), ada
empat aliran utama dalam filsafat, yaitu :
·
Aliran idealisme
memandang, bahwa kebenaran itudatangnya dari “yang maha kuasa”.manusia tidak
dapat melihatya secara lengkap apalagi menciptakannya.
·
Aliran realisme
memandang, bahwa manusia pada dasarnya dapat menemukan dan mengenal realitas
sebagai hukum—hukum universal, hanya saja dalam menemukannya itu dibatasi oleh
kelambanan sesuai dengan kemampuannya.
·
Aliran pragmatisme
berpendapat bahwa kenyataan itu pada hakikatnya berada pada hubungan sosial,
antara manusia dengan manusia lainya.
·
Aliran eksistensialis
mengakui, bahwa sebagai individu setiap manusia kelemahan-kelemahan, namun
demikian setiap individu itu dapat memperbaiki
dirinya sendiri sesuai dengan norma-norma dan keyakinan yang ditentukan
sendirinya.
Pandangan yang berbeda setiap
aliran filsafat terdapat cabang-cabang filsafat yang menjadi objek
pembahasannya dapat memengaruhi isi dan strategi kurikulum. Kurikulum yang
cenderung bersifat idealis akan berbeda dengan kurikulum yang berorientasi
kepada aliran realis, pragmatis dan ekstensialis, demikian juga sebaliknya. Namun
demikian, untuk setiap pengembang kurikulum tidak perlu fanatik dengan satu
aliran saja. Bisa saja kurikulum yang dihasilkan merupakan gabungan dari setiap
aliran itu. Sebagai contoh, kurikulum yang bermuatan pendidikan moral atau
pendidikan agama, bisa saja berorientasi kepada aliran idealis; namun untuk
kurikulum yang bermuatan natural science cenderung kearah aliran filsafat
realisme.
2.
Landasan
Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum
Kurikulum
merupakan pedoman bagi guru dalam mengantar anak didik sesuai dengan harapan
dan tujuan pendidikan. Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan dan
perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang
dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alas an itulah,
kurikulum harus memerhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi
belajar anak.
Pemahaman tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum sangatlah
penting. Kesalahan persepsi atau kedangkalan pemahaman tentang anak, dapat
menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktik pendidikan.
a.
Psikologi
Perkembangan Anak
Salah satu hal
yang perlu diketahui tentang anak, adalah masa-masa perkembangan mereka.
Pentingnya pemahaman tentang masa perkembangan ini disebabkan beberapa alasan.
Pertama, setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu.
Pada setiap tahapan itu anak memiliki karakteristik dan tugas-tugas
perkembangan tertentu. Seandainya tugas-tugas perkembangan itu tidak terpenuhi,
maka akan mengalami hambatan pada tahapan berikutnya. Kedua, anak didik yang
sedang pada masa perkembangan merupakan periode yang sangat menentukan
keberhasilan dan kesuksesan hidup mereka. Pada masa itu anak berada pada
periode perkembangan yang sangat cepat dalam berbagai aspek perkembangan.
Ketiga, pemahaman akan perkembangan anak, akan memudahkan dalam melaksanakan
tugas-tugas pendidikan, baik yang menyangkut proses pemberian bantuan memecahan
masalah yang dihadapi, maupun dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak
diharapkan.
Untuk memahami
perkembangan siswa, teori yang banyak digunakan adalah seperti yang dikemukakan
oleh Piaget yang terkenal dengan teori perkembangan kognmitif. Menurut Piaget,
kemampuan kognitif merupakan suatu yang fundamental yang mengarahkan dan
membimbing perilaku anak. Ada dua konsep yang perlu diketahui untuk
memahami teori perkembngan kognitif dari Piaget, yaitu
konsep tentang fungsi dan konsep tentang struktur. Fungsi merupakan mekanisme
biologis bawaan yang sama untuk setiap orang. Tujuannya untuk menyusun struktur
kognitif internal. Melalui fungsi akan terjadi kecenderungan-kecenderungan
biologis untuk mengorganisasi
pengetahuan ke dalam struktur kognisi, dan untuk beradaptasi kepada
berbagai tantangan yang datang dari luar(lingkungannya). Sedangkan , struktur
merupakan seperangkat keterampilan, pola-pola kegiatan yang fleksibel yang
digunakan untuk memahami lingkungan. Piaget berpendapat bahwa dalam memahami
lingkungan itu anak bersifat aktif. Artinya , pengetahuan itu dibentuk dan
diciptakan sendiri. Anak tidak menerima pengetahuan secara pasif dari
lingkungannya.
Menurut
Piaget, perkembangan intelektual
(kognitif) setiap individu berlangsung dalam tahapan-tahapan tertentu.
Tahapan-tahapan perkembangan kognitif itu, menurut Piaget terdiri dari 4 fase,
yaitu:
1)
Sensorimotor
(0-2 tahun)
Pada
fase sensorimotor yang berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2 tahun,
kemampuan kognitif anak masih sangat terbatas. Piaget mengistilahkannya dengan
kemampuan yang bersifat primitif, artinya masih didasarkan kepada perilaku yang
terbuka. Kemampuan kognitif atau intelegensi
yang dimiliki anak pada masa ini merupakan intelegensi dasar yang amat
berarti untuk perkembangan kognitif
selanjutnya.
Intelegensi sensorimotor dinamakan
intelegensi praktis, karena pada masa ini anak hanya belajar bagaimana
mengikuti dunia kebendaan secara praktis dan belajar bagaimana menimbulkan efek
tertentu tanpa memahami apa yang sedang ia lakukan kecuali hanya mencari cara
melakukan perbuatannya itu.
Kemampuan anak
dalam berbahasa pada masa ini belum muncul. Interaksi dengan lingkungan
dilakukan melalui gerakan-gerakan, menyentuh, bergerak, dan sebagainya. Segala
yang dilakukan anak dengan gerakan-gerakan tubuhnya itu merupakan suatu
eksperimen terhadap lingkungannya. Melalui proses interaksi dengan
lingkungan, lambat laun anak akan
belajar tentang bagaimana menguasai lingkungannya secara lebih baik.
Sesuai dengan
perkembangannya dalam proses interaksi dengan lingkungan anak akan menghadapi
tantangan-tantangan untuk menerima informasi-informasi dari luar, kemudian
menyusun informasi sehingga manakala ia
akan berinteraksi dengan lingkungan, dan menggunakan informasi itu. Demikian
terus-menerus, sehingga akhirnya proses interaksi dengan lingkungan itu menjadi
lebih baik dan lebih bermakna. Dari proses interaksi itulah anak memperoleh
pengalaman fisik dan pengalama mental. Piaget percaya bahwa asal mula
tumbuhnyastruktur mental adalah aksi atau tindakan. Artinya, apabila seorang
anak melihat, merasakan, atau menggerakkan sesuatu benda, maka ia akan memaksa
otaknya untuk membangun program-program mental untuk menguasai atau
menanganinya.
2)
Praoperasional
(2-7 tahun)
Pada fase ini
menurut Piaget ditandai dengan beberapa ciri. Pertama, adanya kesadaran dalam
diri anak tentang suatu objek. Anak sudah memiliki kesadaran akan tetap
eksisnya suatu benda. Kedua, pada masa ini kemampuan anak dalam berbahasa mulai
berkembang. Melalui pengalamannya anak dapat mengenal dan memberikan objek
dengan nama-nama sesuai dengan gagasan yang telah dibentuknya dalam otak.
Ketiga, fase praoperasional ini dinamakan juga fase intuisi, sebab masa ini
anak mulai mengetahui perbedaan antara objek-objek sebagai suatu bagian dari
individu atau kelasnya. Keempat, pada
masa ini bersifat “animistic” artinya, bahwa segala sesuatu yang bergerak di
dunia ini adalah”hidup” misalkan bulan bergerak, menandakan bahwa ia adalah
hidup, demikian juga dengan matahari, gunung, laut, daun-dfaun yang ditiup
angin, dan lain sebagainya. Kelima, pada masa ini pengamatan dan pemahaman anak
terhadap situasi lingkungan sangat dipengaruhi oleh sifatnya yang”egocentric”.
Ia beranggapan bahwa cara pandang orang lain terhadap objek sama seperti
dirinya.
3)
Operasional Konkret (7-11 tahun)
Fase
operasional konkret, karena pada masa ini pikiran anak terbatas pada objek-objek yang ia jumpai dari
pengalaman-pengalaman langsung. Anak berpikir tentang objek-objek atau benda
yang ia temukan secara langsung, misalnya tentang beratnya, warnanya, dan
strukturnya. Pada masa ini, selain
kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki pada masa sebelumnya, anak memperoleh
tambahan kemampuan yang disebut dengan satuan langkah berpikir. Kemampuan ini
sangat penting artinya bagi anak untuk mengoordinasikan pemikiran suatu ide
dalam peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri.
4)
Operasianal
formal (12-14 tahun ke atas)
Piaget menamakan
fase ini sebagai fase”formal operational, karena pada masa ini pola berpikir
anak sudah sistematik dan meliputi proses-proses yang kompleks. Operasionalnya
tidak lagi terbatas pada semata-mata pada hal-hal yang konkret, akan tetapi
dapat juga dilakukan pada operasional lainnya, dengan menggunakan logika yang
lebih tinggi tingkatannya, seperti berpikir hipotesis-deduktif, berpikir
rasional, abstrak, proposional, mengevaluasi informasi dan lain sebagainya.
Aktivitas proses berpikir pada fase ini mulai menyerupai cara berpikir orang
dewasa, karena kemampuannya yang sudah berkembang pada hal-hal yang bersifat
abstrak. Anak sudah mampu memprediksi berbagai macam kemungkinan. Ia dapat
membedakan mana yang terjadi dan mana yang seharusnya terjadi.
Baik tujuan maupun isi kurikulum harus
mempertimbangkan taraf perkembangan anak.tanpa pertimbangan psikologi anak,
maka dapat dipastikan kuriulum yang disusun tidak akan efektif.
b.
Psikologi
Belajar
Pengembangan
kurikulum tidak akan terlepas dari teori belajar. Sebab, pada dasarnya
kurikulum disusun untuk membelajarkan siswa. Banyak teori yang membahas tentang
belajar sebagai proses perubahan tingkah laku. Setiap teori itu berpangkal dari
pandangan tentang hakikat manusia, yaitu hakikat manusia menurut pandangan Jhon
Locke dan hakikat manusia menurut Leibnitz.
Menurut Jhon
Locke, manusia merupakan organisme pasif. Locke menganggap bahwa manusia itu
seperti kertas putih, hendak ditulisi apa kertas itu sangat tergantung pada
orang yang menulisnya. Dari pandangan yang mendasar tentang hakikat manusia
itu, muncul aliran belajar behavioristik-elementeristik.
Berbeda dengan
pandangan Locke, Leibnitz menganggap bahwa manusia adalah organisme yang aktif.
Manusia merupakan sumber dari pada semua kegiatan. Pada hakikatnya manusia
bebas untuk berbuat , manusia bebas untuk membuat suatu pilihan dalam setiap
situasi. Titik kebebasan ini adalah kesadarannya sendiri. Menurut aliran ini
tingkah laku manusia hanyalah ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat dari
eksistensi internal yang pada hakikatnya bersifat pribadi. Pandangan hakikat
manusia menurut pandangan Leibnitz ini kemudian melahirkan aliran belajar
kognitif-wholistik.
Menurut aliran
behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan
yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan
antara Stimulus dan Respons. (S-R). Oleh karena itulah teori ini juga dinamakan
teori Stimulus-Respons. Menurut aliran behavioristik proses belajar sangat
terganrung pada dasarnya rangsangan atau stimulus yang muncul dari luardiri
atau yang kita kenal dengan factor lingkungan. Proses belajar dapat dipelajari
dari kegiatan yang tampak yang bdapat dilihat. Berbeda dengan aliran
behavioristik, aliran kognitif belajar adalah kegiatan mental yang ada dalam
diri setiap individu. Kegiatan mental itu memang tidak dpat dilihat secara
nyata, akan tetapi menurut aliran ini, sesuatu yang ada dalam diri itulah yang
menggerakkan seseorang mencapai perubahan tingkah laku.
C.
Pentingnya
Pengembangan Kurikulum
Pentingnya
Pengembangan Kurikulum adalah berguna untuk membantu siswa dan guru dalam
melakukan proses pembelajaran. Dengan makin berkembangnya sebuah negara maka
ilmu yang diajarkan harus dikembangkan terus menerus. Maka dari itu lah
pengembangan proses belajar ini dimulai dari pengembangan kurikulum. Tetapi
tetap saja kurikulum yang diberikan harus la sesuai dengan kemampuan siswa
dalam suatu negara. Jangan lah sampai menaikkan kurikulum tetapi SDM siswanya
tidak lah cukup untuk menerima pelajaran itu. Hal ini akan membuat siswa malah
menjadi tidak bisa belajar dengan baik dan efektif. Sehingga dapat membuat
siswa itu tidak lulus.
Pengembangan
kurikulum akan membuat suatu kemajuan. Sehingga tidak lagi tertinggal dalam
suatu bidang ilmu pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan sangat penting untuk
kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari dan juga dengan menaikkan kurikulum
maka akan menaikkan mutu kita sebagai SDM. Sehingga menciptakan SDM yang handal
dsan bagus bagi negaranya, hal ini akan sangat menguntungkan semua pihak.
Pentingnya pengembangan kurikulum dapat di lihat dari beberapa sisi ini. Dengan
perluasan dalam pembentukan kurikulum maka akan makin menyempurnakan suatu
pembelajaran bagi seluruh pihak.
Wina
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta:
Kharisma Putra Utama, 2008), hlm. 31.