Sabtu, 28 Mei 2016

KEMUHAMMADIYAHAN 1



PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang
Kelahiran Muhammadiyah dapat dilacak dari konteks sosial, politik, dan keagamaan umat islam pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Aktivitas pribadi K.H.Ahmad Dahlan dapat menjadi sumber untuk memahami kelahirannya, demikian pula dengan kebijakan politik pemerintah Hindia Belanda yang diskriminatif terhadap umat islam. Secara umum muhammadiyah lahir dalam rangka merespon kondisi sosio-polotik umat islam akibat kebijakan pemerintah Hindia Belanda.[1]
K.H.Ahmad Dahlan awalnya bernama Muhammad Darwis yang lahir dikampung Kaumam Yogyakarta pada tahun 1868. Ayahnya K.H.Abu Bakar adalah seorang imam dan khatib masjid besar Kaumam Yogyakarta, sementara ibunya Siti Aminah adalah anak K.H.Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta.[2]
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan amanat umat yang didirikan dan dirintis oleh K.H.Ahmad Dahlan untuk kepentingan menjunjung tinggi dan menegakkan agama islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab seluruh warga dan lebih-lebih Pimpinan Muhammadiyah diberbagai tingkatan dan bagian untuk benar-benar menjadikan organisasi (Persyarikatan) ini sebagai gerakan dakwah islam yang kuat dan unggul dalam berbagai bidang kehidupan.
Setiap anggota kader, dan pimpinan Muhammadiyah berkewajiban memelihara, melangsungkan, dan menyempurnakan gerak dan langkah persyarikatan dengan penuh komitmen yang istiqomah, kepribadian yang mulia (shidiq, amanah, tabliq, dan fathanah), wawasan pemikiran dan visi yang luas, keahlian yang tinggi, dan amaliah yang unggul sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan islam yang benar-benar menjadi rahmatan lil ‘alamin.  
                                                                                                  



B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang makalah diatas, maka permasalahan yang akan dibahas yaitu :
1.         Bagaimana Struktur Persyarikatan Secara Horizontal dan Vertikal?
2.        Apa Perbedaan Majelis dan Lembaga?
3.        Bagaimana Kedudukan dan Fungsi Organisasi Otonom Muhammadiyah (ortom)?
4.        Bagaimana Pembinaan dan Pengkaderan AMM?

C.           Tujuan Masalah
Adapun Tujuan dari Penulisan makalah ini yaitu :
1.        Untuk mengetahui dan memahami Struktur Persyarikatan Secara Horizontal dan Vertikal.
2.        Untuk mengetahui dan memahami Perbedaan Majelis dan Lembaga.
3.        Untuk mengetahui dan memahami Kedudukan dan Fungsi Organisasi Otonom Muhammadiyah (ortom).
4.        Untuk mengetahui dan memahami  Pembinaan dan Pengkaderan AMM.


PEMBAHASAN

A.      Struktur Persyarikatan Secara Horizontal dan Vertikal
Struktur Horizontal :
1.        Majelis Tarjih dan Tajdid.
2.        Majelis Tabligh.
3.        Majelis pendidikan tinggi.
4.        Majelis pendidikan sekolah, madrasah, dan pesantren.
5.        Majelis pendidikan kader.
6.        Majelis pelayanan kesehatan umum.
7.        Majelis pelayanan sosial.
8.        Majelis ekonomi dan kewirausahaan.
9.        Majelis wakaf dan kehartabendaan.
10.    Majelis perberdayaan masyarakat.
11.    Majelis hukum dan HAM.
12.    Majelis lingkungan hidup.
13.    Majelis pustaka dan informasi.

Struktur Vertikal :
1.        Pimpinan Pusat.
2.        Pimpinan Wilayah.
3.        Pimpinan Daerah.
4.        Pimpinan Cabang.
5.        Pimpinan Ranting.


Nama Lembaga :
1.        Lembaga pengembangan cabang dan ranting.
2.        Lembaga Pembina dan pengawas keuangan.
3.        Lembaga penelitian dan pengembangan.
4.        Lembaga penanggulangan bencana.
5.        Lembaga zakat, infaq dan shadaqah.
6.        Lembaga hikmah dan kebijakan publik.
7.        Lembaga seni budaya dan olahraga.
8.        Lembaga hubungan dan kerja sama internasional.
                                                                                               
Nama ortom :
1.        Aisyiyah.
2.        Pemuda Muhammadiyah (PM).
3.        Nasyi’atul ‘Aisyiyah (NA).
4.        Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
5.        Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
6.        Tapak Suci Putra Muhammadiyah (TSPM).
7.         Hizbul Wathon.[3]

B.            Perbedaan Majelis dan Lembaga
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 4, Lembaga berarti badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha.[4]
Contoh lembaga yang ada diMuhammadiyah :
a.         Lembaga Lingkungan Hidup.
Lembaga Lingkungan Hidup (LLH) merupakan salah satu badan pembantu pimpinan,Pimpinan Pusat Muhammadiyah. didirikan pertama kali dengan nama Lembaga Studi dan Pemberdayaan Lingkungan Hidup pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-44 tahun 2000 dijakarta. Pendirian LLH bertujuan untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang mengetahui, memahami dan mampu mengembangkan kehidupan yang seimbang dalam pengelolaan lingkungan hidupnya sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenar-benarnya.
a.         Lembaga Pustaka dan Informasi.
Lembaga pustaka dan informasi (LPI) adalah pengembangan dari bagian Taman pustaka yang didirikan tahun 1920 dan diprakarsai langsung oleh K.H.Ahmad Dahlan bersama kiai Sujak, kiai ibrahim, dan H.mochtar. Pendiri Muhammadiyah itu sadar betapa pentingnya pendidikan dalam rezim kolonial untuk membangun kesadaran sejarah dan kebangkitan kader-kader islam.[5]

Majelis berarti dewan yang mengemban tugas tertentu mengenai kenegaraan dan sebagainya secara terbatas.
Contoh Majelis yang ada di Muhammadiyah :
a.         Majelis Ekonomi
Dalam anggaran dasar Muhammadiyah disebutkan, "membimbing masyarakat ke arah perbaikan kehidupan dan penghidupan ekonomi sesuai dengan ajaran islam dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya. "Oleh karenanya, majelis ini lahir untuk mendorong dan menginisiasi seluruh warga Muhammadiyah untuk berwiraswasta, berdagang, baik dengan skala kecil maupun sedang dengan mengedepankan prinsip gotong royong, koperasi, atau sistem kekeluargaan dalam rangka memajukan perekonomian warga Muhammadiyah. Majelis Ekonomi memformulasikan gerakan sistem jamiah atau jaringan ekonomi Muhammadiyah sebagai bagian tak terpisahkan dari gerakan dakwah Muhammadiyah secara umum.

b.        Majelis Pemberdayaan Masyarakat.
Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) adalah badan pembantu pimpinan persyarikatan guna membumikan visi sosial Muhammadiyah. Tercetusnya komitmen pemberdayaan sosial dan segenap potensi masyarakat dan umat ini tidak terlepas dari tuntutan yang dihadapi oleh Muhammadiyah untuk dapat berpihak dan membela problem-problem masyarakat diakar rumput dan komunitas mustadh'afin dalam berbagai ruang lingkup dan variasinya. Majelis ini berperan menjawatahkannya pada tingkat praksis sosial yang lebih nyata dan lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan umat.

c.         Majelis Tabligh
Merujuk pada surat keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 108/SK-PP/11-B/8.c/1996, Majelis Tabligh memiliki tugas pokok memimpin pelaksanaan dakwah dibidang tabligh secara terencana dan dalam program yang jelas meliputi seluruh aspek kegiatan dakwah. Secara umum program kegiatan majelis ini meliputi kegiatan pembinaan terhadap umat islam, pelatihan dan peningkatan kualitas mubalig serta pengembangan model dan metode dakwah kontemporer guna menyikapi perkembangan zaman.


d.        Majelis Tarjih dan Tajdid
Majelis Tarjih adalah lembaga yang membidangi masalah-masalah keagamaan di Muhammadiyah.tahun 1995 pada Muktamar Muhammadiyah ke-43 di Banda Aceh, nama majelis tarjih dikembangkan menjadi Majelis Tarjih dan pengembangan pemikiran islam dan pada muktamar ke-45 tahun 2005 di Malang, Jawa Timur, nama majelis diubah menjadi Majelis Tarjih dan Tajdid yang melatarbelakangi perubahan nama itu adalah dalam perkembangannya Majelis tarjih tidak hanya mentarjih masalah-masalah khilafiyah, tetapi juga mengarah pada penyelesaian persoalan-persoalan kontemporer. Perubahan nama ini juga mempertegas komitmen Muhammadiyah untuk kembali pada etos awal pertumbuhan dan perkembangannya sebagai gerakan pembaru (Tajdid). Majelis Tarjih dan Tajdid berada digarda depan sebagai pemasok pemikiran keislaman yang bercorak reformis bagi semua organ Muhammadiyah lainnya dan mampu menjawab persoalan-persoalan kekinian yang dihadapi warga persyarikatan.
e.         Majelis Ulama Indonesia
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai organisasi yang menghimpun para ulama dari berbagai organisasi Islam di Indonesia. MUI berfungsi sebagai Dewan pertimbangan syariah nasional untuk mewujudkan Islam yang penuh rahmat bagi kehidupan masyarakat.[6]


C.           Kedudukan dan fungsi Organisasi Otonom Muhammadiyah (Ortom)
Organisasi otonom atau sering disingkat Ortom adalah badan yang dibentuk dan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dengan fungsi khusus. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah disebutkan, Organisasi Otonom ialah satuan organisasi dibawah Muhammadiyahyang memiliki wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, dengan bimbingan dan pembinaan oleh Pimpinan Muhammadiyah.
Ortom diberi kewenangan mengelola urusan internalnya dan menggunakan hubungan pola komunikasi dengan PP Muhammadiyah. Ortom juga diberi kewenangan untuk menyusun  dan merumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dengan merujuk pada tujuan persyarikatan. Dilingkungan Muhammadiyah terdapat tujuh ortom dengan kekhususan bidang garapan masing-masing iyalah :[7]

a.         ‘Aisyiyah
Sebelum menjadi organisasi, ‘Aisyiyah bermula dari kelompok pengajian khusus untuk perempuan yang diadakan oleh K.H.Ahmad Dahlan bersama istrinya Nyai Walidah, kelompok pengajian ini kemudian dikenal dengan nama Sapa Tresna. Setelah Muhammadiyah didirikan pada tahun 1912, K.H.Ahmad Dahlan bersama Nyai Ahmad Dahlan, sahabat-sahabat, dan murid-muridnya mulai menggagas berdirinya bagian perempuan yang benar-benar mendapat penggemblengan dan dipersiapkan untuk menjadi pengurus dalam bidang Muhammadiyah hanya enam orang, yaitu Siti Dawimah (saudara sepupu H. Fachruddin), Siti Dalalah (menantu K. H. Ahmad Dahlan, Siti Busro (putrid K. H. Ahmad Dahlan), Siti Wasingah dan Siti Badilah Zuber.
Nama ‘Aisyiyah dicetuskan oleh H. Fachruddin, dan dianggap nama yang paling tepat sebagai organisasi perempuan dalam Muhammadiyah. Nama ‘Aisyiyah dianggap tepat karena diharapkan perjuangan perkumpulan itu meniru perjuangan ‘Aisyiyah istri Nabi Muhammad SAW. Yang selalu membantu suaminya dalam berdakwah. Setelah secara aklamasi perkumpulan itu diberi nama ‘Aisyiyah, kemudian diadakan semacam upacara peresmian yang waktunya bertepatan dengan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW yang diadakan oleh Muhammadiyah untuk yang pertama kalinya, pada tanggal 27 Rajab 1335 H yang bertepatan dengan tanggal 19 Mei 1917 M.
Susunan pengurus bagian ‘Aisyiyah pada saat awal pembentukannya adalah sebagai berikut: Siti Bariyah (ketua), Siti Badilah (penulis), Siti Aminah Harowi (bendahari), Ny. H. Abdullah (pembantu), Ny. Fatmal Wasool (pembantu), Siti Dalalah (pembantu), Siti Wasingah (pembantu), Siti Dawimah (pembantu), Siti Busro (pembantu) Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1939 ‘Aisyiyah pernah menjadi organisasi yang mandiri, berdiri sendiri sejajar dengan Muhammadiyah, bukan lagi menjadi bagian atau majelis dari Muhammadiyah. Tahun 1961 ‘Aisyiyah kembali menjadi Majelis ‘Aisyiyah dalam struktur Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sejak tahun 1966 ‘Aisyiyah menjadi organisasi ortonom Muhammadiyah yang mempunyai wewenang penuh mengelola, membina, dan mengembangkan organisasi. ‘Aisyiyah adalah organisasi yang bersifat nasional, kawasannya meliputi seluruh kepulauan Indonesia. Struktur organisasi ‘Aisyiyah terdiri dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PPA), membawahi Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) yang mengurus ‘Aisyiyah pada tingkat provinsi. Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah membawahi Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) yang mengurus ‘Aisyiyah pada tingkat kabupaten/kotamadya. Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah membawahi Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah (PCA) yang mengurus ‘Aisyiyah pada tingkat kecamatan. Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah
‘Aisyiyah merumuskan tujuan organisasinya sebagai berikut: “Menegakkan ajaran Islam yang rahmatan lil’alamin sehingga tercipta masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan serta menciptakan semangat beramal yang dijiwai ruh berpikir yang islami dan menjawab tantangan, serta menyelesaikan persoalan kehidupan.” Dalam programnya, ‘Aisyiyah banyak melakukan kegiatan berupa pengajian dan pemberian keterampilan yang tujuannya memberdayakan potensi perempuan.
Sampai saat ini, selain menjadi pelopor gerakan perempuan Islam di Indonesia ‘Aisyiyah juga disebut sebagai organisasi perempuan Islam modern terbesar dan tertua di Indonesia.[8]

b.    Pemuda Muhammadiyah
Pemuda Muhammadiyah adalah organisasi otonom di bawah Muhammadiyah yang merupakan sayap gerakan Muhammadiyah di kalangan pemuda. Ruang lingkup dan usaha gerakan Pemuda Muhammadiyah yaitu gerakan dakwah amar makruf nahi munkar, gerakan keilmuan, gerakan sosial kemasyarakatan, dan gerakan kewirausahaan.
Pemuda Muhammadiyah didirikan pada tanggal 2 Mei 1932. Maksud dan tujuan pendiriannya adalah menghimpun, membina dan menggerakkan potensi Pemuda Islam demi terwujudnya kader persyarikatan, kader umat dan kader bangsa dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Pemuda Muhammadiyah memiliki motto perjuangan fastabiqul khairat yang artinya berlomba-lomba dalam kebaikan.[9]

c.    Nasyi’atul ‘Aisyiyah
Nasyiatul ‘Aisyiyah (NA) adalah organisasi otonom khusus putri di Muhammadiyah. Nasyiatul ‘Aisyiyah merupakan gerakan putri Islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan dan keputrian. Pada awalnya Nasyiatul ‘Aisyiyah lebih dikenal dengan sebutan siswa putri. Secara resmi, Nasyiatul ‘Aisyiyah didirikan pada tanggal 16 Mei 1932.
Tujuan pembentukan Nasyiatul ‘Aisyiyah adalah membentuk pribadi putri yang beguna bagi agama, bangsa dan negara menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Nasyiatul ‘Aisyiyah memiliki semboyan al-birru manittaqa yang artinya kebijakan itu bagi orang yang bertakwa.[10]

d.   Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) adalah organisasi otonom Muhammadiyah yang merupakan sayap gerakan Muhammadiyah di tingkatan kampus. Didirikan pada tanggal 14 Maret 1964. Motto IMM adalah: “Anggun dalam moral, unggul dalam intelektual, rajin kuliah, aktif dalam organisasi, taat beribadah dan sukses dalam berprestasi.”
IMM dibentuk sebagai organisasi kader yang bertujuan menghasilkan kader-kader terbaik dari lingkungan kampus untuk mamajukan persyarikatan Muhammadiyah dalam dakwah amar makruf nahi munkar. IMM berusaha membangun citra dan identitas organisasi sebagai gerakan mahasiswa yang mengusung semangat intelektualitas, religiusitas dan humanitas. Dalam mewujudkan cita-cita persyarikatan, IMM memiliki semboyan fastabiqul khairat (berlomba-lombalah dalam kebaikan).[11]

e.    Ikatan Pelajar Muhammadiyah
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah organisasi otonom yang merupakan sayap gerakan Muhammadiyah di tingkat pelajar. IPM didirikan pada tanggal 18 Juli 1961. Tujuan IPM adalah membentuk pelajar muslim yang berilmu, berakhlak mulia dan terampil dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Sebagai organisasi pelajar, keberadaan IPM menjangkau seluruh sekolah-sekolah Muhammadiyah yang ada di Indonesia. Pimpinan IPM (tingkat ranting) didirikan di setiap sekolah Muhammadiyah. Tapi karena UU keormasan di zaman orde baru menyatakan bahwa satu-satunya organisasi siswa di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia hanyalah Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), sementara di sekolah-sekolah Muhammadiyah juga terdapat organisasi pelajar Muhammadiyah, pada tahun 1992 pemerintah menganjurkan agar IPM melakukan penyesuaian dengan kebijakan pemerintah. Akhirnya Pimpinan Pusat (PP) IPM membentuk tim yang bertugas secara khusus untuk menyelesaikan masalah ini. Setelah dilakukan pengkajian, yang intensif, tim merekomendasikan perubahan nama dari IPM ke Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM). Perubahan ini bisa jadi merupakan sebuah peristiwa yang tragis dalam sejarah organisasi, karena perubahannya mengandung unsur-unsur kooptasi dari pemerintah. Namun, perubahan nama dari IPM ke IRM sebenarnya semakin memperluas jaringan dan jangkauan organisasi ini yang tidak hanya menjangkau pelajar, tetapi juga basis remaja yang lain, seperti santri, anak jalanan dan lain-lain. Keputusan pergantian nama ini tertuang dalam Surat Keputusan PP IPM Nomor VI/PP.IPM/1992, yang selanjutnya disahkan oleh PP Muhammadiyah Nomor 53/SK-IPM/IV.B/I tentang pergantian nama IPM menjadi IRM. Setelah rezim orde baru tumbang pada tahun 1998, dalam Muktamar IRM ke-15 tahun 2006 di Medan, salah satu keputusannya adalah mengembalikan nama IRM menjadi IPM, meski paradigma gerakannya tidak berubah.[12]

f.         Tapak Suci Putra Muhammadiyah
Tahun 1872 lahirlah Ibrahim, anak K. H. Syuhada dari Banjarnegara yang sejak kecil memiliki karakter pemberani dan tangguh sehingga disegani oleh kawan-kawannya. Ibrahim mendalami pencak dan ketika menginjak usia remaja telah menunjukkan ketangkasan pencaknya. Setelah menjadi buronan Belanda, ia berkelana sampai ke Batavia dan selanjutnya ke Tanah Suci Mekkah. Sekembalinya dari Tanah Suci, ia menikah dan kemudian mendirikan Pondok Pesantren Binorong di Banjarnegara. Tapi karena masih menjadi buronan Belanda, Ibrahim kemudian mengganti namanya menjadi K. H. Busyro Syuhada. Pondok Pesantren Binorong berkembang pesat, salah satu santrinya adalah Sudirman, yang kelak menjadi panglima besar.
Tahun 1921, K. H. Busyro mengikuti konferensi Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta. Disana ia bertemu dengan A. Dimyati dan M. Wahab. Dua orang kakak beradik tersebut kemudian menyatakan ingin belajar pencak silat, dan mengangkat K. H. Busyro sebagai guru. Aliran Pencak Silat Binorong kemudian dikembangkan di Kauman, Yogyakarta. Apalagi setelah K. H. Busyro pindah dan menetap di kota tesebut. Atas restu Pendekar Besar K. H. Busyro Syuhada, A. Dimyati dan M. Wahab diizinkan untuk membuka perguruan dan menerima murid. Tahun 1925 dibukalah Perguruan Pencak Silat di Kauman, terkenal dengan nama Cikaumaun. Perguruan Cikauman menghasilkan pendekar-pendekar yang diantaranya kemudian mendirikan perguruan pencak silat sendiri. M. Syamsuddin adalah murid Cikauman yang setelah dinyatakan berhasil dan lulus, diizinkan untuk menerima murid dan mendirikan Perguruan Seranoman. M. Zahid adalah pendekar muda dari Perguruan Seranoman yang kemudian melahirkan seorang murid andalan bernama Moh. Barrie Irsyad, yang kemudian mendirikan Perguruan Kasegu.
Atas desakan murid-murid Perguruan Kasegu kepada pendekar Moh. Barrie Irsyad, untuk mendirikan satu pengurus yang menggabungkan perguruan yang sejalur (Cikauman, Seranoma, dan Kasegu) yang berkembang di Kauman, maka didirikanlah Perguruan Tapak Suci pada tanggal 31 Juli 1963 di Kauman, Yogyakarta. H. Jarnawi Hadikusumo diangkat sebagai ketua umum pertama.
Tahun 1964, ketika Pimpinan Pusat Muhammadiyah diketuai oleh K. H. Badawi, Tapak Suci diterima sebagai organisasi otonom Muhammadiyah, dengan nama Tapak Suci Putra Muhammadiyah. Secara otomatis Tapak Suci menjadi wadah silaturahmi para pendekar yang berada di lingkungan Muhammadiyah. Dengan cepat kemudian Tapak Suci berdiri dan berkembang di seluruh tanah air. Bahkan saat ini Tapak Suci telah menyebar ke Singapura, Belanda, Jerman, Austria dan Mesiar.
Pada waktu lahirnya Tapak Suci telah digariskan pedoman dasar Tapak Suci sebagai berikut: Pertama, Tapak Suci berjiwa ajaran K. H. Ahmad Dahlan. Kedua, keilmuan Tapak Suci bersifat metodis dan dinamis. Ketiga, keilmuan Tapak Suci bersih dari syirik dan menyesatkan.
Keilmuan yang dikembangkan di Tapak Suci mengedepankan pembinaan ragawi dan non-ragawi, termasuk al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Motto dari Tapak Suci adalah “Dengan Iman dan akhlak saya menjadi kuat, tanpa Iman dan akhlak saya menjadi lemah.”

g.        Hizbul Wathon
Hizbul Wathan (HW) adalah lembaga kepanduan yang didirikan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah dalam rangka pembinaan terhadap kader-kader mudanya. Berdirinya Hizbul Wathan pada dasarnya adalah prakarsa K. H. Ahmad Dahlan setelah suatu hari melihat kegiatan kepanduan dari anak-anak di Keraton Mangkunegaran Surakarta yang bergabung dalam Javansche Padvinders Organisatie (JPO).
Keinginan Dahlan tersebut kemudian direalisasikan dalam wujud Padvinder Muhammadiyah pada tahun 1918. Nama Hizbul Wathan pertama kali diusulkan oleh R. H. Hajid yang berarti golongan yang cinta tanah air. Hajid mengacu kepada sebuah nama kesatuan tentara Mesir yang saat itu sedang berjuang mempertahankan tanah airnya dari cengkeraman kolonialisme. Nama tersebut dimaksudkan untuk mengingat bahwa Indonesia sedang berada dalam penguasaan kolonialisme Belanda, sehingga perlu diperjuangkan kemerdekaannya.
Nama tersebut mulai digunakan sejak tahun 1920. HW sendiri mengandung makna nasionalisme yang mendalam. Hal tersebut dilandasi sebuah hadist, “Hubbul Wathan minal iman” yang berarti cinta tanah air adalah sebagian dari Iman.
Semangat menghidupkan kembali HW dimulai saat sidang Tanwir Muhammadiyah di Semarang, 1998. Hasil sidang Tanwir tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Pimpinan Pusat (PP) muhammadiyah dengan mengeluarkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat (SK PP) Muhammadiyah No. 92 tanggal 18 November 1999 dan dikuatkan dengan pengesahan pada saat Muktamar ke-44 di Jakarta tahun 2000. HW kemudian diberi status sebagai organisasi otonom dalam persyarikatan Muhammadiyah.
Diaktifkannya kembali HW diikuti dengan pemisahan diri dari Pramuka. HW merupakan kepanduan yang terpisah dan sejajar dengan Pramuka serta memiliki kedaulatan masing-masing. Penegasan bahwa HW tidak lagi menjadi anggota Pramuka dituangkan dalam SK PP Muhammadiyah No. 10 tanggal 2 Februari 2003.

D.      Pembinaan dan Pengkaderan AMM (Anggota Muda Muhammadiyah)
Pembinaan anggota.
Menjadi Anggota muhammadiyah adalah sebuah kontrak untuk mau membina diri menjadi serang muslim yang baik dan senantiasa menjadi lebih baik. Dari waktu ke waktu selalu membuat standar yang lebih tinggi sehingga terbukti menjadi lebih baik.
Bila sekarang belum bisa membaca Al-Qur'an, besok harus bisa membaca dan terbiasa membaca. Bila sekarang shalatnya belum tertib, jarang berjama'ah, belum memahami arti bacaannya, besok harus tertib, berjama'ah dan paham betul arti setiap bacaannya. Bila sekarang jarang sholat Dhuha, Tahajud, Rawatib dan tidak pernah puasa sunah,besok harus selalu sholat dhuha, tahajud, rawatib dan berpuasa sunah. bila sekarang belum terbiasa membaca buku-buku agama dan buku-buku positif, besok harus banyak yang dibaca. sebaliknya terhadap kebiasaan negatif.  Bila sekarang masih mempunyai kebiasaan negatif , besok harus berhasil membuang kebiasaan negatif itu dan menggantinya menjadi kebiasaan positif.
Pendeknya, menjadi anggota muhammadiyah sama halnya dengan teken kontrak untuk membangun kebiasaan baru yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya dan membuang semua kebiasaan yang tidak disukai Allah dan Rasul-Nya.

Berikut tip untuk menyusun tujuan :
1.        Tuliskan tujuan-tujuan anda berdasarkan tingkat kepentingan dan kemungkinan  pencapaiannya.
2.        Tetapkan waktu kapan tujuan-tujuan anda harus dicapai.
3.        Tentukan tindakan kunci apa untuk setiap tujuan.
4.        secara terartur kaji ulang kemajuan yang anda buat.
5.        Secara teratur kaji ulang tujuan-tujuan anda.
Selanjutnya pandai-pandailah menjaga semangat dan mencari ilmu untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Muhammadiyah menyediakan media-media untuk meningkatkan pemahaman ajaran islam dan menjaga semangat ber-Islam. Disitulah para anggota dapat pembinaan diri. Media itu berupa pengajian. Ada pengajian umum, pengajian anggota dan kursus-kursus yang diselenggarakan oleh pimpinan ranting.
Pengajian Umum :
Adalah lembaga yang sifatnya permanen untuk pembinaan dan pengajaran agama islam kepada anggota Muhammadiyah dan masyarakat umum, dengan misi menegakkan keyakinan tauhid yang murni, menyebarluaskan ajaran islam yang bersumber kepada Al-Qur'an dan As-sunah, mewujudkan amal islami dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, dan membiasakan anggota muhammadiyah dan msyarakat umum untuk mengkaji Al-Qur'an. Materi kajiannya adalah Al-Qur'an dan As-Sunah. Setiap Anggota Muhammadiyah wajib mengikutinya.
 Dengan pengajian umum ini,Anggota Muhammadiyah membina diri dalam :
1.        Membiasakan diri dalam membaca dan mempelajari Al-Qur'an sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari.
2.        Menjadi da'i dan melaksanakan tugas dakwah dengan mengajak sahabat, kenalan, dan handai taula untuk mengikuti pengajian. Ia berkewajiban mempromosikan kebaikan pengajian dan manfaat yang luar biasa bila mengikuti.
3.        Menjaga semangat ber-Islam dengan senantiasa berada pada komunitas orang-orang yang shalih, yang membina diri dalam pengajian.
Pengajian Anggota
Adalah lembaga yang sifatnya permanen untuk pembinaan anggota agar mereka dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik. Materinya tentang bagaimana hidup beragama dengan baik sebagaimana dipahami oleh muhammadiyah dengan menggunakan rujukan putusan tarjih, pedoman hidup islami warga Muhammadiyah, Matan keyakinan dan cita-cita Hidup Muhammadiyah, kepribadian Muhammadiyah, AD/ART Muhammadiyah, dan Produk-produk Pemikiran Resmi Muhammadiyah lainnya. Setiap Anggota Muhammadiyah wajib mengikutinya secara aktif di ranting dimana ia terdaftar.
Pimpinan Daerah Muhammadiyah berkoordinasi dengan Pimpinan Cabang diharapkan segera melakukan registrasi ulang anggota Muhammadiyah dan mengelompokkan mereka dalam jama'ah dengan anggota antara 15-30 orang. Setiap jama'ah menyelenggarakan pengajian anggota secara rutin seminggu sekali.
Dengan Pengajian anggota ini, setiap Anggota Muhammadiyah membina diri dalam :
1.        Memahami dan mengamalkan Islam dengan berittiba' kepada Rasulullah sebagaimana paham Agama Muhammadiyah.
2.        Menjaga semangat Ber-islam dengan senantiasa berada pada lingkungan orang-orang shalih sesama jama'ah pengajian.
3.        Meningkatkan komitmen dan kemampuan dalam menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam sehingga terwujud masyarakat islam yang sebenarnya.
4.        Menjaga semangat berjuang menyebarluaskan ajaran islam kepada masyarakat.
Disamping senantiasa mengikuti pengajian,seorang anggota Muhammadiyah perlu melakukan evaluasi harian terhadap pencapaian target-target yang telah ditetapkan.[13]
Pengkaderan Anggota.
Kader Muhammadiyah adalah anggota inti yang dioganisir secara permanen dan berkemampuan dalam menjalankan tugas serta misi dilingkungan persyarikatan, umat, dan bangsa guna mencapai tujuan Muhammadiyah.
Agar dapat menjalankan fungsinya, kader muhammadiyah harus selalu berpandangan da'wah(dakwah Oriented), berjiwa dakwah (dakwah minded), menginsyafi sepenuhnya bahwa agama islam harus diamalkan dan diusahakan terlaksananya dalam masyarakat, menjadikan muhammadiyah sebagai wadah dan alat untuk mengamalkan dan memperjuangkan islam dan mampu menjadi sumber dakwah.
Pembinaan Kader dilakukan terus menerus dan berkesinambungan di berbagai level kepemimpinan. ditingkat ranting dilakukan dengan pengajian anggota. di tingkat cabang dengan pengajian/kursus berkala pimpinan,dan pengajian/kursus mubaligh.Ditingkat Daerah dengan pengajian/kursus dengan pimpinan, pengajian/kursus mubaligh,pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran islam,dan kursus kader.  Di tingkat wilayah pengajian/kursus berkala pimpinan,dan pengajian/kursus mubaligh/mubalighat, pembahasan masalah agama dan pengembangan pemikiran islam, dan kursus kader.
Pengkaderan Muhammadiyah dilaksanakan dalam bentuk Baitul Arqam,Darul Arqam, Pengajian pimpinan, pelatihan/training khusus dan sekolah kader.
Darul Arqam adalah suatu bentuk pengkaderan Muhammadiyah yang berorientasi kepada pembinaan ideologi dan kepemimpinan untuk menciptakan kesamaan dan kesatuan sikap, integritas, wawasan dan cara berpikir dikalangan pimpinan maupun anggota persyarikatan dalam memahami dan melaksanakan misi Muhammadiyah.Tujuan umumnya menanamkan nilai-nilai, wawasan, sikap, cara berpikir,serta meningkatkan kemampuan dalam bidang ideologi dan kepeimpinan sesuai dengan tujuan pengkaderan Muhammadiyah. Tujuan Khususnya agar peserta yang telah mengikuti Darul Arqam memiliki kesamaan dan kesatuan sikap, integritas, wawasan dan cara berpikir dalam memahami dan melaksanakan misi Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Mungkar. Pelaksanaannya, ditingkat daerah selama 3 hari 4 malam, wilayah 5 hari 6 malam, dan Pusat 7 hari 8 malam.
Baitul Arqam adalah penyederhanaan Darul Arqam pada waktu,metode,kurikulum dan penyelenggaraannya.
Suatu hal yang penting dalam pembinaan kader adalah senantiasa melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Muhammadiyah, dan tidak dibiarkan mereka terlepas dari orbit gerakan. semakin inten kader terlibat dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah semakin kuat komitmen dan loyalitasnya berMuhammadiyah. Sebaliknya, apabila kader terlepas dari orbit gerakan dengan tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Muhammadiyah, mereka akan terlepas dari jama'ah dan biasanya akan menjadi lemah komitmen dan loyalitasnya.[14]



PENUTUP

A.      Kesimpulan
Berdasarkan Pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Muhammadiyah merupakan Gerakan pembaharuan yang didirikan oleh K.H.Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912.
2.      Bahwa dalam struktur persyarikatan Muhammadiyah ada struktur secara vertikal dan Horizontal.
3.      Terdapat beberapa organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah yang terdiri dari ‘Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul ‘Aisyiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Tapak Suci, Hizbul Wathan.
4.      Dan untuk menjadi anggota muhammadiyah kita harus mau membina diri menjadi seorang muslim yang baik dan harus tinggi menjunjung tinggi agama islam.



DAFTAR PUSTAKA

http : //www.ngaji-tafsir.org/2009/12/struktur-organisasimuhammadiyah.html?m=1.

Jurdi, Syarifudin. 2010. Muhammadiyah dalam Dinamika Politik Indonesia 1966-2006.   
          Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sukaca, Agus. 2007. Gerakan Pengajian Muhammadiyah.  Yogyakarta : Suara Muhammadiyah.

Tim Penyusun. 2015.  Ensiklopedi Muhammadiya Edisi 1. Yogyakarta : Mata Bangsa.

Tim Penyusun. 2015.  Ensiklopedi Muhammadiya Edisi 2. Yogyakarta : Mata Bangsa.

Tim Penyusun. 2015. Ensiklopedi Muhammadiyah Edisi 3. Yogyakarta: Mata Bangsa.

Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi 4. Jakarta : PT.        
         Gramedia Pustaka Utama.






[1] Syarifudin Jurdi, Muhammadiyah dalam Dinamika Politik Indonesia 1966-2006, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 58.
[2] Ibid., hlm. 72.
[3] http : //www.ngaji-tafsir.org/2009/12/struktur-organisasimuhammadiyah.html?m=1.
[4] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi 4, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 808.
[5] Tim Penyusun, Ensiklopedi Muhammadiya Edisi 2, (Yogyakarta : Mata Bangsa, 2015), hlm. 512-513.
[6] Tim Penyusun, op. cit., hlm 529-539.
[7] Tim Penyusun, Ensiklopedi Muhammadiyah Edisi 3, (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2015), hlm. 670.
[8] Tim Penyusun, Ensiklopedi Muhammadiyah Edisi 1, (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2015), hlm. 98-104.
[9] Tim Penyusun, op. cit., hlm. 695-699.
[10] Ibid., hlm. 657.
[11] Tim Penyusun, Ensiklopedi Muhammadiya Edisi 2, (Yogyakarta : Mata Bangsa, 2015), hlm. 435-436..

[12] Ibid,. Hlm. 436.
[13] Dr. H. Agus Sukaca, M. Kes, Gerakan Pengajian Muhammadiyah, (Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2007). Hlm. 39-46.
[14] Ibid., hlm. 51-54.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar